Sabtu, 11 April 2009

TUGAS PMB OFC 2

1. Apakah struktur organisasi itu masih relevan bagi organisasi dalam dunia yang sangat maju ini?
2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara organisasi mekanistik dan organisasi organik itu.
3. Apakah ciri-ciri dari suatu organisasi pembelajar itu?
4. Sebutkan unsur-unsur penting dalam penyusunan struktur dan desain organisasi.
5. Para ahli berpendapat bahwa sebaiknya para manajer perlu mempelajari perilaku bawahan mereka? Bagaimana pendapat anda?
6. Pada akhir-akhir ini banyak pakar yang berpendapat bahwa emosi seseorang itu perlu dikendalikan di tempat kerja. Bagaimana pendapat anda?

1. Masih, dan saat ini semakin berkembang. Tentu saja masih digunakan, karena struktur membuat kerja organisasi lebih terarah dan jelas. Selain itu juga meningkatkan efisiensi kerja organisasi dalam kegiatannya, karena dengan melakukan spesialisasi kerja, di mana orang yang tepat ada di tempat yang tepat, kerja organisasi lebih cepat, efisien, dan efektif.

2. Organisasi mekanistik merupakan desain organisasi yang dikendalikan secara kaku dan ketat.
Memiliki ciri:
• spesialisasi tinggi
• departementalisasi kaku
• rantai komando jelas
• rentang kendali sempit
• sentralisasi
• formalisasi tinggi
Organisasi organis merupakan desain organisasi yang sangat fleksibel dan mudah diubah. Memiliki ciri:
• tim lintas fungsi (tim yang beranggotakan pemasaran, keuangan, perekayasaan, pabrikase)
• tim lintas hirarki (tim yang beranggotakan karyawan, manajer lini, manajer menengah yang tidak berkaitan dengan jenis pekerjaannya masing-masing yang otomatis tim ini tidak kenal batasan jalur komunikasi seperti apa yang digambarkan oleh struktur organisasi)
• aliran informasi bebas
• rentang kendali lebar
• desentralisasi
• formalisasi rendah

3.
(1). Mempunyai kondisi dimana anggota-anggotanya memiliki keinginan untuk belajar dan mengembangkan potensi diri secara inisiatif
(2). Mengembangkan budaya belajar tidak hanya di kalangan karyawan saja, namun sampai pada pelanggan, pemasok. Karena yang perlu dipelajari bukan hanya mengenai karyawan saja, tetapi juga lingkungan mereka.
(3). Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kegiatan, karena SDM merupakan faktor utama bagi organisasi untuk berhasil
(4). Berada dalam lingkungan yang selalu melakukan perubahan organisasi secara terus menerus. Ini terjadi dalam rangka menemukan satu yang tepat sesuai dengan organisasi tersebut
Karena itulah, desain Organisasi nya tanpa batas, tim, dan pemberdayaan. Maksudnya organisasinya masih bersikap kebersamaan, di mana semuanya hampir tanpa batas, dan disertai tim yang kuat. Selain itu, mereka berbagi informasi secara terbuka, kepemimpinan berdasarkan visi bersama dan kerja bersama, belum terpusat hanya kepada top manajer, dan memiliki budaya kebersamaan yang tinggi, tasa kepedulian terhadap orang lain dan kepercayaan yang kuat

4.
• Spesialisasi kerja
• Departementalisasi
• Rantai komando
• Rentang kendal
• Sentralisasi dan Desentralisasi
• Formalisasi

5.
Menurut kelompok kami penting. Karena sikap manajer pun mempengaruhi dalam sikap manager itu sendiri untuk mengambil keputusan dan memperlakukan karyawan. Misalnya untuk bagaimana memperlakukan dia dalam kegiatan sehari-harinya. Ada karyawan yang harus dikeraskan dulu baru bisa bekerja dengan baik, ada yang perlu banyak diberitahu, ada yang cukup dengan komunikasi santai saja. Semuanya ini penting untuk membangun tim yang baik, agar tujuan organisasi bisa tercapai.

6.
Menurut kelompok kami juga begitu, emosi sangat mempengaruhi kita dalam bekerja. Misalkan emosi kita sedang stabil, kita bisa bersemangat untuk bekerja dan menghasilkan hasil kerja yang baik, dan sebalik nya jika sedang labil maka pasti akan terjadi penurunan performa kerja. Misalnya jika seseorang sedang mengalami masalah dan mengalami emosi yang buruk (stres, marah-marah), kerjanya akan terganggu karena memikirkan banyak hal lain, sehingga tidak konsentrasi dalam pekerjaannya. Jika ia marah-marah malah akan mengganggu kerja karyawan lainnya. Karena itulah emosi harus bisa dikendalikan di tempat kerja, karena bekerja dengan melibatkan emosi hanya akan mengganggu kerja keseluruhan tim.

Organizational Structure and Design_Case Application
Fixing What’s Broken: H-P’s Structural Challenge
Best known for its printers, cameras, calculators, and computers, Hewlett-Packard Company (H-P) has had its share of organizing challenges over the years. Carly Fiorina, who was named CEO of H-P in 1999 – a move that made news headlines because H-P was now one of the first major U.S. corporations to be headed by a woman – continued the company’s strategy of growing by acquiring businesses. Her most controversial acquisition was the $25 billion purchase of rival Compaq Computers – a decision that was the beginning of the end for Fiorina. The combined companies experienced many problems – financial, cultural, and structural – resulting in poor performance. Her differences with the company’s board of directors over the direction H-P was going finally led to her firing in early February 2005. By the end of March 2005, Mark Hurd, CEO of NCR, had been selected by the board as the new CEO of H-P
A few weeks after arriving at H-P, Hurd began hearing complaints about the company’s sales force. At a retreat “with 25 top corporate customers, several of them told Mr. Hurd they didn’t know whom to call at H-P because of the company’s confusing management layers.” He also heard the same complaints inside the organization. The company’s head of corporate technology told Mr. Hurd that “it once took her three months to get approval to hire 100 sales specialists.” Another executive said that “his team of 700 sales-people typically spent 33 percent to 36 percent of their time with customers. The rest of the time was spent negotiating internal H-P bureaucracy.” Even the sales reps said that they didn’t get to spend time with customers because they were “often burdened with administrative tasks.” Getting a price quote or a sample product to a customer became a time-consuming ordeal. It didn’t take Hurd long to realize that there was a “fundamental problem” that he had to address.
Delving into H-P’ sales structure, Hurd found 11 layers of management between him and customers – way too many, he decided. And the company’s sales structure was highly inefficient. For instance, in Europe, H-P had four people from different departments working to close a sales deal while competitors typically only had three people. “That meant H-P was slower to cut a deal and lost many bids.” And the final issue Hurd uncovered: Of the 17,000 people working in corporate sales, less than 60 percent of them directly sold to customers. The rest were support staff or in management. It was a situation that Hurd knew had to be changed if the organization was going to again become an industry leader.
Mr. Hurd’s first move was to fire underperformers and eliminate three layers of sales management. Then, he eliminated one sales group entirely and merged those individuals into other sales groups. Now, many sales reps are assigned to only one top customer so those customers always know whom to contact. Top H-P executives now say that they can make speedier decisions with the new sales structure. And salespeople are spending more than 40 percent of their time with customers, as compared to around 30 percent a year earlier.

Discussion Questions:
1. Describe the structural problems H-P had
Rantai komando yang terlalu panjang, sehingga sulitnya arus informasi berjalan dari bawahan ke atasan dan sebaliknya.
Perusahaan terlalu bergantung kepada penggunaan uang pada enterprise level, yang sangat tidak stabil dalam masalah ekonomi, di mana kita tau teknologi seringkali menjadi barang pertama yang mengalami penurunan harga.
Spesialisasi kerja, pekerjaan tidak dibagi dengan jelas, tugas dalam organisasi tidak dibagi-bagi sehingga terjadi karyawan yang seharusnya sebagai sales malah mengerjakan pekerjaan administrasi.
Terlalu terpusat, sehingga masukan dari bawahan tidak ada, terbukti dengan banyaknya bawahan yang mengeluh.

2. How did Mark Hurd decide to deal with his company’s structural problems? What do you think of his changes? How do you think the company’s customers responded to these changes? How about the company’s executives and sales power?
• Dengan memecat orang-orang yang kurang mampu, atau kurang berkualitas dibandingkan dengan karyawan lain
• Membuang 3 tingkat dari sales management
• Membuang satu tim penjualan dan menggabungkan yang individual menjadi sales group lainnya.
Perubahan yang dilakukannya sangat baik, karena terbukti mengingkatkan efisiensi organisasi dan memudahkan terjadinya arus komunikasi, serta membuat struktur yang jelas. Penghilangan tingkatan-tingkatan yang berlapis-lapis itu membuat karyawan tidak bingung lagi untuk melapor kepada atasannya. Dengan mudahnya arus komunikasi ini, para manajer dapat membuat keputusan dengan lebih cepat.
Menurut kami, para konsumen merespon dengan baik, karena sekarang konsumen lebih dilayani (orang sales memiliki waktu lebih banyak bersama pelanggan). Selain itu, karena masalah menjadi lebih cepat ditangani, mengingat lebih mudahnya bawahan berkomunikasi dengan atasan, tentu kepuasan pelanggan akan bertambah.
Para eksekutif sekarang bisa membuat keputusan lebih cepat dengan melihat hasil penjualan, sehingga tentu saja ia memiliki kekuatan yang lebih dalam mengatur organisasi. Penjualan juga akan terpengaruh oleh keputusan top manajer.

3. Would a more mechanistic or a more organic organization be appropriate for H-P? Why?
H-P saat ini lebih ke organisasi organik, karena HP lebih cenderung fleksibel, dapat mengubah pekerjaan standar dan regulasi-regulasi, informasi jaringan yang luas, dan desentralisasi
Sebaiknya yang dipakai oleh H-P adalah organisasi yang mekanistik. Melihat kegagalan yang terjadi pada H-P, kita tahu bahwa para karyawannya sangat membutuhkan segala sesuatunya diatur dengan jelas, yang berarti lebih banyak sentralisasi. Departemetalisasi yang kaku juga lebih cocok karena terbukti dengan keflesibilitasannya malah menyebabkan kekacauan karena pembagian tugas yang tidak jelas.

4. What role do you think organizational structure plays in an organization’s efficiency and effectiveness? Explain.
a. Membagi pekerjaan yang harus dilakukan ke sejumlah departemen dan pekerjaan tertentu. Yang dilakukan Hurd adalah membagi departemen-departemen sales dan memberikan pekerjaan yang jelas sehingga terjadi efisiensi kerja.
b. Membagi-bagi tugas dan tanggungjawab yang berkaitan dengan masing-masing pekerjaan. Tugas dan tanggungjawab tidak lagi berantakan dan tidak jelas. Semuanya punya tugas masing-masing, pekerjaan masing-masing untuk dikerjakan.
c. Mengelompokkan sejumlah pekerjaan ke sejumlah unit. Seperti yang dilakukan Hurd dengan menggabungkan yang individual menjadi satu tim sales baru, sehingga kerja menjadi lebih efisien.
d. Menetapkan sejumlah garis wewenang formal. Dengan menetapkan jumlah tingkatan struktur organisasi yang lebih baik, tidak terlalu banyak dan jelas, sehingga arus komunikasi berjalan baik. Serta jelasnya kendali, siapa atasan siapa, siapa bawahan siapa sehingga mereka tau ke mana harus melapir, siapa yang harus diberi perintah langsung.

Foundations of Behavior_Case Application
Washington Mutual, Inc
Its core values are fair, caring, human, dynamic, and driven. Those words speak volumes about Seattle-based Washington Mutual. Yet they’re quite fitting given how the company views its customers and employees.
In business since 1889, WaMu (as it’s known) is a financial services retailer, providing a variety of financial products and services to individual consumers and to small and medium-sized business. Its key markets are in California, Florida, Oregon, Texas, and Washington. Also, WaMu is increasing its presence in key cities including Atlanta, Chicago, Denver, Las Vegas, Phoenix, and Tampa. And CEO Kerry Killinger isn’t finished yet. He wants to reinvent how people think about banking. His goal is to have WaMu thought of in the same category as Wal-Mart, Southwest Airlines, Best Buy, and Target. Killinger says, “In every retailing industry, there are category killers who figure out how to have a very low cost structure and pass those advantages on to customers, day in and day out, with better pricing. I think we have a shot at doing that in this segment.” WaMu is extremely customer focused. As the largest thrift institution in the United States, WaMu serves more than 10 million customers. And that means taking care of those customers.
With the company’s push to keep cost low, you might think that employees (or as they call themselves, “Wamulians”) would not rank high on the list of priorities. Yet, that impression would be wrong. Killinger knows how important his employees are to the success of the company. In fact, the company was named by Fortune magazines as one of the 100 best companies to work for in 2006. With more than 60,000 employees, WaMu’s managers tend to see a lot of behaviors – good and not so good. To become the financial powerhouse it wants to be, those employee behaviors must be channeled in an appropriate direction. And the company has done this by focusing on its culture and hiring for attitude.
WaMu’s culture is simple: Everyone should be treated with dignity and respect. The company has created a work environment in which everyone has the opportunity to thrive, have fun, and succeed. As mentioned earlier, customer service is a high priority. “People don’t want conversations with uptight bankers; they want a friendly smile, fast service, and our respect.” And the company recognizes that it’s not just the frontline employees – the tellers – who service customers. Every WaMu employee has customers, whether they’re external or internal. Even for those employees whose only contact is with other employees, the expectations are the same: outstanding service. Another important priority is innovation. The design of WaMu’s new Occasio retail branches was so innovative that it actually took out a U.S. patent on the concept. The word ‘occasio’ is Latin for favorable opportunity, and that’s what WaMu has done with the design of these branches – created a favorable opportunity to interact with customers through an open, welcoming space, rather than an institutional design.
With the company’s continued growth, it’s important to maintain that customer service and innovative culture. They do this by hiring for attitude – a philosophy first espoused by former Southwest Airlines’ CEO Herb Kelleher, who said, “We draft great attitudes. If you don’t have a good attitude, we don’t you, no matter how skilled you are. We can change skill level through training. We can’t change attitude.” WaMu adheres to that philosophy. Employees can be taught the mechanics of financial services, but to be successful, they must have the right attitude – faring, caring, human, dynamic, and driven.

Discussion Questions:
1. What type of personality characteristics might fit best into WaMu’s customer service and innovative culture?

* Ekstrovert, karena diperlukan orang yang mampu berbicara dengan kustomer, di mana tidak membuat kustomer merasa terlalu formal. Karena itulah orang yang suka keluar dan berhubungan sangat dipentingkan.
* Intuitive, harus memiliki keinginan untuk mencoba hal baru, jika tidak bagaimana bisa mengembangkan organisasi.
* Thinking, budaya WaMu menyebutkan bahwa mereka tidak peduli seberapa hebat orang itu, tetapi jika tidak punya sikap yang baik, mereka akan bersikap tegas dan memecat.
* Perceptive, tidak langsung menuntut dan mau mencari tahu terlebih dahulu sebelum melakukan segala sesuatunya.

2. Design an employee attitude survey that WaMu’s managers might use. If you want, check out information on the company’s Web site, www.wamu.com
Survey pegawai yang dapat dipakai oleh WaMu, adalah survey yang meliputi pertanyaan:
Apakah pegawai suka berhubungan dengan orang lain, pertanyaan ini untuk mengetahui seberapa senangnya pegawai untuk bersama orang lain, karena di WaMu, itu merupakan hal yang sangat penting. WaMu sangat mementingkan pegawai yang mampu berkomunikasi dengan baik dengan kustomer karena mereka memiliki moto melayani dengan cara yang bersahabat. Apakah pegawai suka bekerja dalam tim, karena WaMu berusaha menciptakan suasana kerja yang menyenangkan bagi pegawainya, untuk memotivasi kerja. Apakah pegawai suka mencoba hal baru dan berani mengambil resiko, karena sikap ini penting bagi perkembangan organisasi. Apakah pegawai orang yang terbuka, mau berteman, mau dikritik, dan bisa santai bersama orang lain.

3. WaMu was named by Fortune magazine in 2006 as one of the 100 best companies to work for. What predictions, if any, could you make about job satisfaction at WaMu? How might job satisfaction affect work outcomes at WaMu?
Karena budaya WaMu adalah untuk memperlakukan dengan martabat dan rasa hormat, Perusahaan telah menciptakan lingkungan kerja di mana setiap orang mempunyai kesempatan untuk berkembang, bersenang-senang, dan sukses. Selain itu disebutkan bahwa setiap pekerja harus memiliki 5 nilai yang telah disebutkan sebelumnya. Sehingga mereka yang ada di WaMu sekarang adalah orang-orang yang memang bersahabat, berkerja dalam tim, dan tidak kaku. Karena itulah pekerja merasa puas dengan bekerja di WaMu.
Kepuasan ini akan menghasilkan kerja yang baik, karena setiap karyawan yang senang dengan pekerjaannya akan melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya. Jika karyawan tidak puas dalam bekerja, pekerjaan mereka tidak akan ada yang beres, dan akhirnya mempengaruhi organisasi itu secara keseluruhan. Entah itu gaji, adatu lingkungan kerja. Tetapi dengan kepuasan, orang akan berusaha mempertahankan apa yang telah ia punya dengan bekerja lebih baik, sehingga perusahaan pun akan lebih baik lagi. Karena itulah kepuasan pekerja sangat penting.

4. The company’s core values include fair, caring, human, dynamic, and driven. How does the company exhibit these values?
Fair : semua orang harus diperlakukan adil dengan hormat. Perusahaan telah menciptakan lingkungan kerja di mana setiap orang memiliki kemampuan untuk sukses dan bersenang-senang. Apalagi seperti yang disebutkan sebelumnya, pelayanan konsumen merupakan kepentingan utama.
Human : walaupun dengan biaya perusahaan yang ditekan, para karyawan (yang mereka sendiri sebut “Wamulians”) berada di prioritas yang cukup tinggi. Killinger tahu bagaimana karyawan sangat penting untuk mencapai keberhasilan perusahaan, dan karena itu memperlakukan karyawan dengan baik. Hasilnya, terlihat bahwa perusahaan terdapat pada daftar 100 perusahaan terbaik untuk bekerja pada tahun 2006 di majalah Fortune.
Caring : nilai ini ditunjukkan dengan bagaimana WaMu selalu memikirkan tentang konsumennya. Mulai dari tujuan didirikannya sendiri, yang memang ditujukan untuk membantu retailer dan juga usaha kecil dan menengah. Mereka juga sangat mementingkan pelayanan konsumen, dengan memikirkan bagaimana harus bersikap dan perasaan para konsumen yang tentunya tidak ingin pembicaraan yang terlalu formal. WaMu memang sangat fokus pada kepentingan konsumen.
Dinamyc : seperti yang disebutkan, setiap karyawan harus dinamis, yaitu memiliki motivasi diri dan aktif, tidak terpaku dan mampu berkreasi sendiri. Nilai ini ditunjukkan dengan kerja karyawannya, yang tidak terpaku sesuai pekerjaan mereka. Disebutkan bahwa setiap karyawan di WaMu memiliki pelanggan, entah internal atau eksternal, bukan hanya karyawan yang bekerja sebagai teller saja. Ini menunjukkan ke fleksibilitas karyawan WaMu dalam pekerjaannya. Selain itu, karyawan yang tidak punya motivasi akan dipecat.
Driven : Nilai motivasi untuk berkembang dan berbeda. Bagi WaMu, prioritas lainnya setelah konsumen adalah innovasi, seperti yang tertulis di atas. Desain dari cabang –cabang baru retail Occasio WaMu sangat inofatif sehingga mengubah cara pandang Amerika yang sudah paten. Karena desainnya yang sangat terbuka untuk berinteraksi dengan kustomer dengan cara yang sangat bersahabat daripada dengan cara formal. Terlihat bahwa perkembangan, peningkatan merupakan salah satu nilai penting bagi WaMu.